Welcome To My Blog.. Please Enjoy and Give Me Feedback Bout My Articles

Sabtu, 21 Juni 2014

Sistem Imunitas Tubuh

Edit Posted by with No comments
Sistem kekebalan atau imunitas adalah suatu sistem pertahanan yang digunakan untuk melindungi tubuh dari infeksi penyakit atau kuman. Penyakit atau kuman ini berupa protein asing yang berbeda dari protein tubuh kita, dan sering disebut antigen. Karena dianggap sesuatu yang asing, maka antigen ini harus disingkirkan, dinetralisir, atau dihancurkan. Yang bertugas melakukan ini salah satunya adalah sistem pertahanan tubuh yang dikenal dengan antibodi.

Macam sistem pertahanan tubuh

Antibodi adalah suatu zat yang dibentuk oleh tubuh, yang berasal dari protein darah jenis gama-globulin dan berfungsi untuk melawan antigen (zat asing/protein asing) yang masuk ke dalam tubuh. Berbagai jenis antibodi bekerja dengan beberapa cara untuk melawan antigen:
a. Opsonin adalah antibodi yang bekerja dengan merangsang leukosit untuk menyerang antigen atau kuman.
b. Lisin adalah antibodi yang bekerja dengan cara menghancurkan antigen (lisis).
c. Presipitin adalah antibodi yang bekerja dengan cara mengendapkan antigen (presipitasi), dan
d. Aglutinin adalah antibodi yang bekerja dengan cara menggumpalkan antigen (aglutinasi).

Macam Sistem Kekebalan

1. Sistem Kekebalan Alami
Jika tubuh terserang suatu penyakit, misalnya campak, tubuh akan membentuk antibodi untuk melawan campak. Dibentuknya antibodi ini menyebabkan tubuh menjadi kebal (imun) terhadap campak. Kekebalan (imunitas) terhadap suatu penyakit yang dimiliki tubuh tanpa perlakuan tertentu ini dinamakan kekebalan alami/kekebalan perolehan (aquired immune). Contoh kekebalan alami yang lain adalah kebalnya bayi terhadap beberapa penyakit setelah menyusu pada hari pertama. Di dalam air susu ibu tersebut terkandung kolostrum yang kaya antibodi dan mineral. Kekebalan bayi ini bertahan beberapa hari sampai beberapa minggu.
Bagaimana tubuh dapat mengingat dan mengenali antigen yang pernah menyerang sebelumnya? Ternyata ada sel-sel khusus yang bertugas untuk mengingat dan mengenal antigen yang disebut sel-sel memori.  Inilah ciri khas sistem kekebalan tubuh: pengingatan/pengenalan dan pengkhususan. Pengenalan artinya sel-sel memori mampu mengingat dan mengenal antigen yang pernah menyerang tubuh. Sedangkan kekhususan berarti satu antibodi hanya cocok untuk satu antigen tertentu. Sebagai contoh antibodi cacar hanya cocok untuk antigen cacar dan tidak cocok untuk antigen lainnya.
2. Sistem Kekebalan Buatan
Kekebalan buatan adalah suatu bentuk kekebalan tubuh yang sengaja dibuat atau ditumbuhkan melalui pemberian vaksin. Vaksin adalah bibit penyakit (kuman/antigen) yang telah dilemahkan. Proses pemberian vaksin dalam tubuh disebut vaksinasi. Contohnya jika menginginkan tubuh memproduksi antibodi tetanus, maka seseorang disuntik bakteri tetanus yang telah dilemahkan. Vaksin tetanus yang masuk tersebut akan dianggap tubuh sebagai antigen sehingga tubuh akan memproduksi antibodi. Akibatnya tubuh menjadi kebal terhadap tetanus jika suatu saat penyakit tersebut menyerang. Kekebalan yang dibuat oleh tubuh dengan pemberian vaksin ini dinamakan kekebalan buatan dan termasuk kekebalan aktifkarena tubuh membentuk antibodi sendiri.
Cara lain untuk menumbuhkan kekebalan pada tubuh adalah dengan menyuntikkanserum. Serum adalah plasma darah yang telah mengandung antibodi untuk melawan antigen tertentu. Pembuatan serum dilakukan dengan menyuntik kuda atau kelinci dengan vaksin tertentu. Setelah tubuh kelinci atau kuda membentuk antibodi, kemudian plasma darah yang mengandung antibodi diisolasi. Umumnya pemberian serum dilakukan untuk pengobatan dan bukan pencegahan. Misalnya seseorang yang digigit ular berbisa ditolong dengan menyuntikkan serum anti bisa ular. Pemberian serum seperti ini disebut dengan kekebalan pasif karena tubuh tidak membentuk antibodi sendiri.
Semua langkah untuk membuat tubuh menjadi kebal (imun) baik dengan vaksinasi maupun pemberian serum seperti di atas disebut dengan imunisasi. Dengan memahami sistem kekebalan di atas, kita tahu ada 2 jenis imunisasi, yaitu imunisasi alamiah dan imunisasi buatan. Seseorang yang pernah terinfeksi suatu penyakit dan akhirnya memperoleh kekebalan disebut memperoleh imunisasi alamiah. Sebaliknya jika memperoleh kekebalan karena pemberian vaksin atau serum disebutimunisasi buatan (artifisial).

Macam Vaksin

Kekebalan karena vaksinasi biasanya memiliki jangka waktu tertentu, sehingga permberian vaksin harus diulang lagi setelah beberapa lama. Hal
ini dilakukan karena jumlah antibodi dalam tubuh semakin berkurang sehingga imunitas tubuh juga menurun. Beberapa jenis penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi antara lain cacar, tuberkulosis, dipteri, hepatitis B, pertusis, tetanus, polio, tifus, campak, dan demam kuning. Vaksin
untuk penyakit tersebut biasanya diproduksi dalam skala besar sehingga harganya dapat terjangkau oleh masyarakat.
Secara garis besar, vaksin dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu:
  1. Vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG), polio jenis sabin, dan campak. Vaksin ini terbuat dari mikroorganisme yang telah dilemahkan.
  2. Vaksin pertusis dan polio jenis salk. Vaksin ini berasal dari mikroorganisme yang telah dimatikan.
  3. Vaksin tetanus toksoid dan difteri. Vaksin ini berasal dari toksin (racun) mikrooganisme yang telah dilemahkan/diencerkan konsentrasinya.
  4. Vaksin hepatitis B. Vaksin ini terbuat dari protein mikroorganisme.

Obesitas

Edit Posted by with No comments

Kegemukan atau obesitas adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan hidup dan/atau meningkatkan masalah kesehatan.Seseorang dianggap menderita kegemukan (obese) bila indeks massa tubuh (IMT), yaitu ukuran yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, lebih dari 30 kg/m2.
Kegemukan meningkatkan peluang terjadinya berbagai macam penyakit, khususnya penyakit jantungdiabetes tipe 2, apnea tidur obstruktif, kanker tertentu, osteoarthritis dan asmaKegemukan sangatsearing  disebabkan oleh kombinasi antara asupan energi makanan yang berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, dan kerentanan genetik, meskipun sebagian kecil kasus terutama disebabkan oleh gen, gangguan endokrin, obat-obatan atau penyakit psikiatri. Hanya sedikit bukti yang mendukung pandangan bahwa orang yang gemuk makan sedikit namun berat badannya bertambah karena metabolisme tubuh yang lambat; rata-rata orang gemuk mengeluarkan energi yang lebih besar dibandingkan orang yang kurus karena dibutuhkan energi untuk manjaga massa tubuh yang lebih besar.
Pengaturan diet dan aktivitas fisik masih menjadi tata laksana utama kegemukan. Kualitas asupan dapat diperbaiki dengan mengurangi konsumsi makanan padat energi contohnya makanan yang tinggi lemak dan gula, serta dengan meningkatkan asupan serta. Obat-obatan anti-kegemukan dapat dikonsumsi untuk mengurangi selera makan atau menghambat penyerapan lemak, disertai dengan asupan diet yang tepat. Apabila diet, olahraga, dan obat-obatan belum efektif, maka balon lambung dapat membantu mengurangi berat badan, atau operasi dapat dilakukan untuk mengurangi volume lambung dan/atau panjang usus sehingga dapat memberi rasa kenyang yang lebih dini dan menurunkan kemampuan penyerapan nutrisi dari makanan.
Kegemukan adalah penyebab kematian yang dapat dicegah paling utama di dunia, dengan prevalensi pada orang dewasa dan anak yang semakin meningkat, sehingga pihak berwenang menganggap kegemukan sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius pada abad 21.Kegemukan umumnya merupakan stigma di dunia modern (khususnya di dunia Barat), meskipun pada suatu waktu dalam sejarah, kegemukan secara luas dianggap sebagai simbol kekayaan dan kesuburan, dan masih dianggap demikian di beberapa bagian di dunia hingga sekarang.
Pada tahun 2013, orang dengan kegemukan di dunia berjumlah 2,1 miliar dan Indonesia masuk urutan 10 besar dengan orang kegemukan berjumlah 40 juta orang atau setara seluruh penduduk Jawa Barat. Tidak seperti halnya di negara maju yang gemuk kebanyakan adalah laki-laki, maka di Indonesia yang gemuk kebanyakan adalah perempuan.

Marasmus

Edit Posted by with No comments

Background

Marasmus is one of the 3 forms of serious protein-energy malnutrition (PEM). The other 2 forms are kwashiorkor (KW) and marasmic KW. These forms of serious PEM represent a group of pathologic conditions associated with a nutritional and energy deficit occurring mainly in young children from developing countries at the time of weaning. Marasmus is a condition primarily caused by a deficiency in calories and energy, whereas kwashiorkor indicates an associated protein deficiency, resulting in an edematous appearance. Marasmic kwashiorkor indicates that, in practice, separating these entities conclusively is difficult; this term indicates a condition that has features of both.
These conditions are frequently associated with infections, mainly GI. The reasons for a progression of nutritional deficit into marasmus rather than kwashiorkor are unclear and cannot be solely explained by the composition of the deficient diet (ie, a diet deficient in energy for marasmus and a diet deficient in protein for kwashiorkor). The study of these phenomena is considerably limited by the lack of an appropriate animal model. Unfortunately, many authors combine these entities into one, thus precluding a better understanding of the differences between these clinical conditions.
Marasmus is a serious worldwide problem that involves more than 50 million children younger than 5 years. According to the World Health Organization (WHO), 49% of the 10.4 million deaths occurring in children younger than 5 years in developing countries are associated with PEM.
Pathophysiology
Various extensive reviews of the pathophysiological processes resulting in marasmus are available. Unlike kwashiorkor, the clinical sequelae of marasmus can be considered as an evolving adaptation in a child facing an insufficient energy intake. Marasmus always results from a negative energy balance. The imbalance can result from a decreased energy intake, an increased loss of ingested calories (eg, emesis, diarrhea, burns), an increased energy expenditure, or combinations of these factors, such as is observed in acute or chronic diseases. Children adapt to an energy deficiency with a decrease in physical activity, lethargy, a decrease in basal energy metabolism, slowing of growth, and, finally, weight loss.
Pathophysiological changes associated with nutritional and energy deficits can be described as (1) body composition changes, (2) metabolic changes, and (3) anatomic changes.
Anatomic Changes
The entire digestive tract from mouth to rectum is affected. The mucosal surface becomes smooth and thin, and secretory functions are impaired. A decrease in gastric hydrochloric acid (HCl) excretion and a slowing of peristalsis is observed, yielding bacterial overgrowth in the duodenum. Proportionally, the digestive tract is the organ system that loses the largest mass during marasmus. However, these important alterations of the digestive tract interfere only moderately with normal nutrient absorption. Therefore, early enteral renutrition is not contraindicated but is encouraged because some of the nutrients necessary for the recovery of the intestinal mucosa are used directly from the lumen.
In addition to the anatomic changes associated with PEM, the frequent intestinal infections by viruses and bacteria and the toxins they produce also contribute to the changes in the digestive tract. Liver volume usually decreases, as do other organ volumes. An enlarged liver suggests the possibility of other diagnoses, such as kwashiorkor or hepatitis. Liver synthetic function is usually preserved, although protein synthesis is decreased, as reflected by the decreased albumin and prealbumin levels. Glycogen synthesis is decreased, further increasing the risk for hypoglycemia. The detoxifying function of the liver is impaired with structural changes in the liver cells. Therefore, drugs that are metabolized by the liver should be administered with caution, and liver function should be monitored.

Body Composition
  • Body mass: Body mass is significantly decreased in a heterogeneous way.
  • Fat mass: Fat stores can decrease to as low as 5% of the total body weight and can be macroscopically undetectable. The remaining fat is usually stored in the liver, giving a paradoxical appearance of a fatty liver. Although this is often observed in kwashiorkor, it also occurs to a lesser extent in marasmus. A study from Nigeria examined serum lipids in malnourished children.[6] These authors found that total cholesterol, low density lipoprotein cholesterol, and high density lipoprotein cholesterol levels were significantly higher in children with kwashiorkor than in those with marasmus.
  • Total body water: The proportion of water content in the body increases with the increased seriousness of PEM (marasmus or kwashiorkor) and is associated with the loss of fat mass, which is poor in water. The proportion of extracellular water also increases, often resulting in edema. Edema is significant in kwashiorkor but can also be present in marasmus or in the frequently encountered mixed forms of PEM. The increase in extracellular water is proportional to the increase in the total body water. During the first days of therapy, part of the extracellular water shifts to the intracellular compartment and part of it is lost in the urine, resulting in the observed initial weight loss with treatment.
  • Protein mass: Mainly represented by muscle and some organs (eg, heart), protein mass can decrease as much as 30% in the most serious forms. The muscle fibers are thin with loss of striation. Muscle cells are atrophic, and muscle tissue is infiltrated with fat and fibrous tissue. Total recovery is long but appears to be possible.
  • Other organ mass: The brain, skeleton, and kidney are preserved, whereas the liver, heart, pancreas, and digestive tract are first affected.
  • Pediatric and adult physiologic change: Finally, physiologic changes are different in infants and children when compared with adults. For example, infants with marasmus have an increased tendency to hypothermia and hypoglycemia, requiring the frequent administration of small meals. This can be explained by the body composition imbalance of children with marasmus in favor of high-energy–consuming organs, such as the brain and kidney, compared with energy-storage organs, such as muscle and fat.
  • Assessment of fat and muscle mass: As described below, assessment of the fat and muscle mass loss can be clinically performed by measuring arm circumference (see image below) or skinfold thickness, such as triceps skinfold. The diagram illustrates the validity of this assessment method. Because arm circumference is relatively constant in healthy children aged 1-5 years, it roughly represents a general assessment of nutritional status.

Kwashiokor

Edit Posted by with 1 comment

Definition

Kwashiorkor is a form of malnutrition that occurs when there is not enough protein in the diet


Causes

Kwashiorkor is most common in areas where there is:

  • Famine
  • Limited food supply
  • Low levels of education (when people do not understand how to eat a proper diet)
This disease is more common in very poor countries. It often occurs during a drought or other natural disaster, or during political unrest. These conditions are responsible for a lack of food, which leads to malnutrition.
Kwashiorkor is very rare in children in the United States. There are only isolated cases. However, one government estimate suggests that as many as 50% of elderly people in nursing homes in the United States do not get enough protein in their diet.
When kwashiorkor does occur in the United States, it is usually a sign of child abuse and severe neglect.

Symptoms

  • Changes in skin pigment
  • Decreased muscle mass
  • Diarrhea
  • Failure to gain weight and grow
  • Fatigue
  • Hair changes (change in color or texture)
  • Increased and more severe infections due to damaged immune system
  • Irritability
  • Large belly that sticks out (protrudes)
  • Lethargy or apathy
  • Loss of muscle mass
  • Rash (dermatitis)
  • Shock (late stage)
  • Swelling (edema)

Treatment

Getting more calories and protein will correct kwashiorkor, if treatment is started early enough. However, children who have had this condition will never reach their full potential for height and growth.
Treatment depends on the severity of the condition. People who are in shock need immediate treatment to restore blood volume and maintain blood pressure.
Calories are given first in the form of carbohydratessimple sugars, and fats. Proteins are started after other sources of calories have already provided energy. Vitamin and mineral supplements are essential.
Since the person will have been without much food for a long period of time, eating can cause problems, especially if the calories are too high at first. Food must be reintroduced slowly. Carbohydrates are given first to supply energy, followed by protein foods.
Many malnourished children will develop intolerance to milk sugar (lactose intolerance). They will need to be given supplements with thenzyme lactase so that they can tolerate milk products.




Anemia Defisiensi Zat Besi

Edit Posted by with No comments
Definisi 
 Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron
store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang
(Bakta, 2006).
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah,
yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi
transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang
menurun (Abdulmuthalib, 2009).

Etiologi 
 Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena
rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID,
kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
Universitas Sumatera Utarab. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
c. Saluran kemih: hematuria.
d. Saluran nafas: hemoptisis.
2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan
(asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau
dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi),
polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

Patogenesis 
 Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan
besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin
menurun (Bakta, 2006).Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron
binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam
serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin
terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun (Tabel 2.2). Akibatnya
timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron
deficiency anemia).

 Manifestasi Klinis 
1. Gejala Umum Anemia 
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic 
syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin 
kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata 
berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik 
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di 
bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila 
kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia 
akan jelas. 
2. Gejala Khas Defisiensi Besi 
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada 
anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006): 
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, 
bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok. 
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan 
mengkilap karena papil lidah menghilang. 
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada 
sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat 
keputihan. 
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. 


Atherosklerosis

Edit Posted by with No comments
Pengertian Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah sebuah gangguan umum di mana terjadi pengerasan arteri. Ini disebabkan oleh pembentukan endapan lemak, kolesterol dan substansi lain, yang bersama-sama dikenal sebagai plak di dinding arteri selama bertahun-tahun. Pembentukan plak di dinding arteri terjadi seiring berjalannya waktu, faktor gaya hidup seperti merokok, makanan tinggi lemak, minum alkohol berlebihan dan kurang olah raga turut berkontribusi pada kekakuan arteri dan tingkat kolesterol darah yang tinggi. Dampak dari aterosklerosis dapat mengancam nyawa. Akibat aterosklerosis yang paling lazim adalah tekanan darah tinggi. Dengan pengerasan arteri dan pembentukan plak, aliran darah terhalang sehingga tidak dapat dialirkan secara efektif ke berbagai bagian tubuh. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan atau kematian, yang dikenal pula dengan nekrosis.
Pembekuan darah dapat terbentuk di dalam arteri dan juga menyebabkan jalan aliran terhalang. Jika potongan plak terlepas dari dinding arteri dan pindah ke pembuluh darah yang lebih kecil, hal ini dapat menyebabkan penyumbatan lain di aliran darah. Dalam kasus yang lebih serius, aneurisme (atau tonjolan dalam pembuluh darah) yang terbentuk akibat tekanan darah tinggi dapat pecah dan menyebabkan orang mengalami pendarahan internal hingga nyawanya tidak dapat terselamatkan.

Gejala Aterosklerosis

Aterosklerosis tidak menunjukkan gejala kondisi. Namun ditemukan ketika muncul kondisi darurat lain. Karena tidak ada tanda yang jelas mengenai aterosklerosis, seseorang mungkin tidak menyadari kondisinya selama bertahun-tahun. Akibat aterosklerosis yang lazim terjadi adalah penyempitan arteri yang menyebabkan penurunan aliran darah ke jantung dan organ-organ tubuh. Hal ini dapat menyebabkan nyeri dada, napas terengah-engah dan keletihan.

Mendiagnosis Aterosklerosis

Sebuah pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan lainnya, dapat menentukan apakah seseorang menderita aterosklerosis. Para dokter mendengarkan desiran atau bisingan vaskular, untuk menentukan apakah terdapat penyumbatan pada sebuah arteri.
Uji Doppler (penggunaan suara ultra), arteriogram (penggunaan sinar x), CT angiografi dan Arteriografi Resonansi Magnetik (MRA) adalah pemeriksaan lain yang dapat menentukan aterosklerosis pada seseorang.

Mengobati Aterosklerosis

Perubahan gaya hidup berdampak besar pada perkembangan aterosklerosis. Karena aterosklerosis tidak dapat dihilangkan, mengubah gaya hidup tidak sehat dapat membantu mencegah memburuknya kondisi. Perubahan gaya hidup yang positif seperti menghindari konsumsi makanan berlemak, membatasi konsumsi alkohol setiap hari, berolah raga dan berhenti merokok, semuanya membantu memperlambat dampak dan mencegah memburuknya aterosklerosis.
Obat-obatan untuk mengobati kolesterol tinggi dapat memperlambat pembentukan plak di dinding arteri, sehingga memperlambat aterosklerosis. Para dokter juga dapat meresepkan obat-obatan antitrombosit yang mencegah pembentukan pembekuan darah. Obat-obatan ini dipadukan dengan gaya hidup sehat, dapat membantu orang menghindari masalah terkait seperti gagal jantung dan stroke.

Imunologi Dasar: Radang&Respon Inflamasi

Edit Posted by with No comments

Pengertian Inflamasi

Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera yang melibatkan banyak mediattor. Inflamasi merupakan respon fisiologis dan sebagai salah satu respon imun non-spesifik.

Tanda-Tanda Inflamasi

Ada 5 tanda-tanda fisik sehingga dapat disebut inflamasi. Tanda-tanda tersebut adalah :
1. Kalor : Panas
2. Dolor : Nyeri
3. Rubor : Kemerahan
4. Tumor : Bengkak
5. Fungsiolesa : Gangguan funngsi organ yang terkena

Penyebab Inflamasi : Mediator Inflamasi

Inflamasi disebabkan oleh pelepasan berbagai mediator yang berasal dari jaringan rusak, sel mast, leukosit, dan komplemen. Mediator-mediator tersebut menyebabkan munculnya tanda-tanda inflamasi yang telah disebutkan di atas. Berikut adalah mediator-mediator inflamasi berdasarkan perannya :

1. Prostaglandin dan NO menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah
2. Histaminserotoninanafilaktoksin (C3a dan C5a), bradikinleukotrien C,D,E, dan faktor pengaktivasi trombosit menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler
3. C5aleukotrien B, dan kemokin menyebabkan kemotaksis
4. IL-1, IL-6, TNF, dan prostaglandin menyebabkan demam
5. Prostaglandin dan bradikin menyebabkan adanya rasa nyeri
6. Enzim lisosom neutrofil dan makrofagmetabolit oksigen, dan NO menyebabkan kerusakan pada jaringan.

Mekanisme Inflamasi

Mediator inflamasi yang dilepaskan akan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga dapat membuat pelebaran pada endotel vaskuler. Melebarnya endotel akan menyebabkan ekstravasasi leukosit atau keluarnya leukosit dari pembuluh darah. Proses ekstravasasi sendiri meliputi :

1. Marginasi, menempelnya leukosit pada tepi pembuluh darah.
2. Rolling, leukosit berguling-guling pada permukaan endotel
3. Adhesi, leukosit menempel kuat pada permukaan endotel karena adanya molekul adhesi (ICAM-1 dan VCAM-1) yang diaktifkan oleh TNF dan IL-1
4. Transmigrasi, leukosit berpindah menembus membran basal sel endotel
5. Migrasi, leukosit menuju ke arah kemoaktran yang dilepaskan oleh sumber cedera

Setelah proses ekstravasasi tadi, kemudian akan diikuti dengan fagositosis, pembunuhan, dan degradasi antigen oleh leukosit.